Rabu, 16 Januari 2013

RULE OF NINE


RULE OF NINE
PEMBERIAN CAIRAN
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
1.      ELMAN HARIA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2012
KATA PENGANTAR

                Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah RULE OF NINE. Adapun dari penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu cara guna untuk memperdalam materi Sistem Integumen yang merupakan salah satu mata kuliah yang di ajarkan di STIKes MI.

                Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu tim penulis sampaikan terima kasih kepada:
1.      Selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Sistem Integumen.
2.      Semua pihak yang telah membantu dalam jalan memberikan semangat untuk menyelesaikan makalah ini.

                Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Harapan penulis semoga makalah ini mampu memberikan informasi serta wawasan kepada pembaca.
                Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat buat kita semua, dan atas perhatian pembaca saya ucapkan terima kasih.


                                                                                   
Medan, 17 Desember 2012


Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.

Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.











B.  TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit morbili dengan baik dan tepat. Tujuannya yaitu :
1.    Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari luka bakar
2.    Agar mahasiswa mengetahui macam-macam luka bakar berdasarkan etiologinya
3.    Agar mahasiswa mengetahui cairan infus pada luka bakar,
4.    Agar mahasiswa mampu mengerti rumus baxter

C.  MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dengan diperolehnya materi-materi pada makalah ini adalah :
1.    Sebagai suatu sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan menganalisa RULE OF NINE dan Terapi Cairan pada luka bakar.
2.    Sebagai masukan bagi semua mahasiswa dalam upaya menjelaskan maupun berdiskusi dalam perkuliahan.
3.    Dapat digunakan sebagai acuan dan referensi dalam pembelajaran.











BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.

Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll.

Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)


B.Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
a.    Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak.
                                  i.          Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:
ü Hanya mengenai lapisan epidermis.
ü Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
ü Kulit memucat bila ditekan.
ü Edema minimal.
ü Kulit hangat/kering.
ü Nyeri / hyperethetic
ü Nyeri berkurang dengan pendinginan.
ü Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
ü Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.

                                ii.          Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
·      Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep partial thickness.
·      Mengenai epidermis dan dermis.
·      Luka tampak merah sampai pink
·      Terbentuk blister
·      Edema
·      Nyeri
·      Sensitif terhadap udara dingin
·      Penyembuhan luka :
§  Ø Superficial partial thickness : 14 - 21 hari
§  Ø Deep partial thickness : 21 - 28 hari
(Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).


                              iii.          Full thickness (derajat III)
ü Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah.
ü Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
ü Tanpa ada blister.
ü Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
ü tidak ada rasa nyeri.
ü Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
ü Memerlukan skin graft.


                              iv.          Fourth degree (derajat IV)
ü Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.


















b.luas luka bakar





Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
·         Kepala dan leher : 9%
·         Lengan masing-masing 9% : 18%
·         Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
·         Tungkai maisng-masing 18% : 36%
·         Genetalia/perineum : 1%
·         Total : 100%


Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat gambar 1).
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.


b.    Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)



Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.

c.    Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal, harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri dan penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 - 4 kali lebih tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.

d.   Mekanisme injuri
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi.

e.    Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

i.     Kategori berat luka bakar menurut ABA
Perkumpulan Luka Bakar America (American Burn Asociation/ABA) mempublikasikan petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar. Perkumpulan itu mengklasifikasikan beratnya luka bakar ke dalam 3 kategori, dengan petunjuknya seperti tampak dalam tabel berikut :

Luka Bakar Berat
o  25 % pada orang dewasa
o  25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun
o  20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun
o  Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang
o  mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.
o  LB karena listrik voltage tinggi
o  Semua LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.

Luka Bakar Sedang
o  15-25 % mengenai orang dewasa
o  10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun
o  10-20 % pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun

Luka Bakar Ringan
o  <>< 10 th
o  <>> 40 th
o  Tidak ada resiko gangguan kosmetik atau fungsional atau disabiliti.

    I.            Macam cairan infus
1.      Cairan hipotonik
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
 Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2.  Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya :
1.      Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2.      Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Cairan yang digunakan dalam terapi Cairan yang sering digunakan ialah cairan elektrolit (kristaloid) cairan non-elektrolit, dan cairan koloid. Cairan elektrolit (kristaloid) :
Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus. Cairan pemeliharaan (rumatan) :
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa : 1,5 – 2 ml/kg/jam
Anak-anak : 2 – 4 ml/kg/jam
Bayi : 4 – 6 ml/kg/jam
Orok (neonatus) : 3 ml/kg/jam
Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah hipotonik, dengan perhatian khusus untuk natrium. Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45% (D5NaCl 0,45). Sediaan Cairan Pemeliharaan (rumatan) Cairan pengganti : Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites drainase lambung dsb). Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan isotonis, dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5 % dalam ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9 %, D5 NaCl. Sediaan Cairan Pengganti Cairan untuk tujuan khusus (koreksi): Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 %, NaCl 3 %, dll. Sediaan Cairan Koreksi Cairan non elektrolit : Contoh dekstrose 5 %, 10 %, digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori, dapat juga digunakan sebagai cairan pemeliharaan. Cairan koloid : Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler. Contoh cairan ini antara lain : Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah. Cairan koloid ini digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler.
 II.            Infuse darah
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

III.            RUMUS BAXTER DAN RUMUS LAINNYA
Formula Baxter/Parkland
Parkland berpendapat, bahwa syok yang terjadi pada kasus luka bakar adalah jenis hipovolemia, yang hanya membutuhkan penggantian cairan (yaitu kristaloid). Penurunan efektifitas hemoglobin yang terjadi disebabkan perlekatan eritrosit, trombosit, lekosit dan komponen sel lainnya pada dinding pembuluh darah (endotel). Sementara dijumpai gangguan permeabilitas kapilar dan terjadi kebocoran plasma, pemberian koloid ini sudah barang tentu tidak akan efektif bahkan menyebabkan penarikan cairan ke jaringan interstisiel; menyebabkan akumulasi cairan yang akan sangat sulit ditarik kembali ke rongga intravaskular. Hal tersebut akan menambah beban jaringan dan ‘menyuburkan’ reaksi inflamasi di jaringan; serta menambah beban organ seperti jantung, paru dan ginjal.
Berdasarkan alasan tersebut, maka Parkland hanya memberi¬kan larutan Ringer’s Lactate (RL) yang diperkaya dengan elektrolit. Sedangkan koloid/plasma, bila diperlukan, diberikan setelah sirkulasi mengalami pemulihan (>24-36jam).Menurut Baxter dan Parkland, pada kondisi syok hipovolemia yang dibutuhkan adalah mengganti cairan; dalam hal ini cairan vang diperlukan adalah larutan fisiologik (mengandung elektrolit). Oleh karenanya mereka hanya mengandalkan larutan (RL) untuk resusitasi. Dan ternyata pemberian cairan RL ini sudah men¬cukupi, bahkan mengurangi kebutuhan akan transfusi.
Hari pertama, separuh jumlah kebutuhan cairan diberikan dalam delapan jam pertama, sisanya diberikan dalam enam belas jam kemudian. Jumlah cairan yang diperlukan pada hari pertama adalah sesuai dengan perhitungan Baxter (4 ml/kgBB), sehingga kebutuhan cairan resusitasi menurut Parkland adalah: 4ml / kgBB / %LB Ringer’s lactate dengan pemantauan jumlah diuresis antara 0,5-l ml/kgBB/jam. Pada hari kedua, jumlah cairan diberikan secara merata dalam dua puluh empat jam.

10.200 ml
5.100 ml
5.100 ml
0 8 16 24
Resusitasi metode Baxter / Parkland. Separuh jumlah cairan yang diperlukan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya dibagi dalam 16 jam berikutnya.
Beberapa bentuk formula resusitasi lain yang ditemukan sebagaimana telihat pada table
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid Pada 24 jam kedua Koloid Pada 24 jam kedua
Parkland RL 4 ml / kg / %LB 20-60% estimate plasma volume Pemantauan output urine 30 ml/jam
Evans (Yowler, 2000) Larutan saline 1 ml / kg / %LB, 2000 ml D5W*, dan koloid 1 ml/ kg / %LB 50% volume cairan 24 jam pertama + 2000 ml D5W 50% volume cairan 24 jam pertama
Slater (Yowler, 2000) RL 2 L/24 jam + fresh frozen plasma 75 ml/kg/24 jam
Brooke (Yowler, 2000) RL 1.5 ml / kg / %LB, koloid 0.5 ml / kg/ %LB, dan 2000 ml D5W 50% volume cairan 24 jam pertama + 2000 ml D5W 50% volume cairan 24 jam pertama
Modified Brooke RL 2 ml / kg / %LB
MetroHealth
(Cleveland) RL + 50 mEq sodium bicarbonate per liter, 4 ml / kg / %LB ½ lar. Saline, pantau output urine 1 U fresh frozen plasma untuk tiap liter dari ½ lar. saline yg digunakan + D5W dibutuhkan untuk hipoglikemia.
Monafo hypertonic
Demling 250 mEq/L saline pantau output urine 30 ml/jam, dextran 40 dalam lar. saline 2 ml/kg/jam untuk 8 jam, RL pantau output urine 30 ml/jam, dan fresh frozen plasma 0.5 ml/jam untuk 18 jam dimulai 8 jam setelah terbakar. 1/3 lar. Saline, pantau output urine
*D5W adalah dextrose 5% dalam air

RUMUSNYA :
1.      Total cairan = 4cc x berat badan x luas luka bakar/24 Jam ( dewasa )
2.      Total cairan = 2ccxberta badan x luas luka bakar/24jam ( anak anak )
3.      Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, dan sisanya dalam 16 jam berikutnya
Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
Resusitasi cairan pada syok
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada kondisi syok resusitasi cairan tidak berpedoman pada regimen resusitasi cairan berdasarkan formula yang ada.
Syok merupakan suatu kondisi klinik dimana terjadi gangguan sirkulasi, yang menyebabkan gangguan perfusi dan oksigenasi sel/jaringan. Jumlah cairan yang hilang pada kondisi syok diperkirakan lebih dari 25% volume cairan tubuh; bila seorang dengan berat badan 70 kg jumlah cairan tubuhnya adalah 4.900 ml (70% dari berat badan, dibulatkan menjadi 5.000 ml) mengalami kehilangan 25% volume tersebut (kurang lebih 1.250ml), maka timbul manifestasi syok.Gangguan perfusi ini menyebabkan sel atau jaringan mengalami hipoksia dan mungkin berakhir dengan nekrosis; bila hipoksia ini dibiarkan melebihi batas waktu maksimal ketahanan sel/jaringan (warm-ischaemic time). Waktu ini memang berbeda untuk setiap sel/jaringan. Diketahui bahwa sel-sel glia hanya dapat bertahan dalam kondisi hipoksik selama 4 (empat) menit; selanjutnya akan terjadi degenerasi selular yang berakhir dengan nekrosis sel. Ginjal dapat bertahan selama 8 (delapan) jam dalam kondisi hipoksik melebihi waktu tersebut akan terjadi degenerasi selular yang berakibat ATN dan berlanjut menjadi ARF. Masing-masing jaringan tubuh memiliki spesifikasi tertentu dalam hal ischaemic time ini
Dengan demikian penatalaksanaan syok yang berorientasi pada paradigma ini memerlukan tindakan resusitasi dalam waktu singkat, memperkecil kemungkinan kerusakan jaringan sehubungan dengan iscahemic time yang dijelaskan di atas.
Sampai saat ini diyakini jenis cairan yang dapat digunakan untuk melakukan resusitasi dengan baik adalah kristaloid (RL). Pemberiannya dilakukan dalam waktu cepat, menggunakan beberapa jalur intravena, bila perlu melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya).
10.200 ml
3.750 ml
2.350 ml
5.100 ml
0 2 8 16 24
Resusitasi pada syok menggunakan cairan kristaloid. Tiga kali defisit cairan yang menyebabkan syok diberikan dalam 2 jam pertama. Sisa jumlah cairan yang diperhitungkan menurut metode Baxter/ Parkland diberikan berdasarkan kebutuhan sampai dengan 24 jam.
Jumlah cairan yang diberikan Baxter memberikan pedomannya untuk menggunakan RL, tanpa risiko kelebihan cairan (overload) atau terjadinya imbalans elektrolit ; 4 ml/kg berat badan. Namun ternyata dengan dosis ini, pada anak-anak dan orang tua kelebihan cairan tetap terjadi, sehingga Artz menganjurkan pemberian sejumlah 2 ml/kg berat badan untuk anak-anak dan 3 ml/kg berat badan untuk orang tua. Kebutuhan cairan meningkat dengan adanya cedera inhalasi, karena proses inflamasi eksudatif pada mukosa saluran nafas dan parenkim paru yang menyebabkan kehilangan cairan semakin bertambah . Untuk mengatasi syok, jumlah cairan yang diberikan adalah tiga kali jumlah cairan yang diperkirakan hilang. Maka, pada seorang dengan berat badan 70 kg (volume cairan tubuh 4.900m1, dibulatkan menjadi 5.000 m1) dengan syok (defisit 1.250 ml), jumlah cairan yang dibutuhkan untuk resusitasi adalah 3.750 m1 ; diberikan dalam waktu kurang dari 8 (delapan) jam (terbaik dalam 1-2 jam). Selanjutnya, setelah syok teratasi, maka pemberian cairan mengacu kepada regimen resusitasi cairan berdasarkan formula yang ada. 1
Secara umum, patokan klinik yang dipakai untuk melakukan pemantauan antara lain: Perbaikan kesadaran (perfusi ke serebral), frekuensi pernafasan dan diuresis (produksi urin per jam), kadar hemoglobin dan hematokrit, Central Venous Pressure (CVP), dan Pulmonary Artery Wedge Pressure (PWAP) yang merupakan parameter yang paling akurat dalam menggambar¬kan informasi volume cairan intravaskular; berhubungan langsung dengan tekanan pada arteri pulmonal. Nilai normal <18 mmHg. 1,7
Pemantauan diuresis pada resusitasi
Jumlah urin Keterangan
Syok 0.5 - 1 ml/kgBB/jam Perfusi inadekuat
Hari pertama-kedua 1 - 2 ml/kgBB/jam Sirkulasi stabil
Hari ketiga-keempat 3 - 4 ml/kgBB/jam Fase dieresis
Plasma 1
Sebagian klinikus berpendapat bahwa mendekati 24jam pasca trauma tubuh telah dapat menanggulangi kebocoran, oleh karena¬nya cairan apapun yang diberikan akan tetap berada di rongga intravaskular. Dalam waktu 24-36 jam pasca trauma, plasma expander dapat diberikan. Namun, sebelum 24 jam, pemberian koloid di¬anggap tidak efektif karena masih dijumpai kebocoran kapilar.
Pemberian plasma ini bertujuan mengatasi defisit cairan intravaskular dengan menarik cairan dari ruang intersisiel (edema). Pemberiannya didasari kebutuhan seperti dapat dilihat pada tabel
% LukaBakar Kebutuhan Plasma (ml)
Pada BB 70 Kg
20 – 40 0 – 500
40 – 60 500 – 1700
60 – 80 1000 – 3000
> 80 1500 – 3500
Pemberian mannitol menjadi alternatif dari larutan hipertonik, bila dijumpai kadar natrium dalam darah berada pada batas nilai normal. Lebih lanjut disebutkan, bahwa pemberian mannitol 20% memperbaiki perfusi ke tubulus ginjal. Berdasarkan fakta ini, pemberiannya dimungkin¬kan untuk dapat diberikan dalam 24 jam pertama.
Glukosa 5% 2.000 ml Lini Pertama
Plasma 500 ml Glukosa 5% 1.500 ml
Larutan Salin hipertonik 3% atau 6% 500-2.000 ml Lini Kedua
Glukosa 5% 1.500 ml
Tabel Pemberian cairan pada hari kedua memperhitungkan kebutuhan energi, meskipun hanya mengandalkan glukosa 5%. Pada beberapa keadaan diperlukan jenis cairan khusus, seperti plasma, larutan hipertonik atau mannitol 20%. Pemberiannya dikombinasi dengan glukosa; dengan memperhitungkan kebutuhannya.

IV.            Pemantauan yang perlu dilakukan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral, Central Venous Pressure diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu sirkulasi renal, jumlah produksi urin dipantau melalui kateter : Saat resusitasi : 0.5-1ml/kgBB/jam, kemudian hari 1-2 : 1-2 ml/kgBB/jam. Bila produksi urin<0.5ml/kg/jam, maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya. Bila produksi urin >1ml/kg/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya. Lakukan juga pemeriksaan laboratorium, Fungsi renal: Ureum danKreatinin, Berat jenis dan sedimen uri

            Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cair.


                                    

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut. Derajat luka bakar ditentukan oleh kedalaman jaringan tubuh yang rusak oleh trauma panas dan tergantung oleh :
1.    Intensitas dan lamanya panas mengenai tubuh
2.    Rambatan panas pada jaringan tubuh (dipengaruhi oleh sifat lokal jaringan)
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Jaringan yang tidak mampu merambatkan panas akan menderita kerusakan hebat (nekrosis), sebaliknya jaringan yang dapat meneruskan panas ke jaringan sekitar yang mengandung air akan cepat menurunkan suhu sehingga kerusakan bisa lebih ringan.

B.  SARAN
Perawatan LB merupakan hal yang komplek dan menantang. Trauma fisik dan psikologis yang dialami setelah injuri dapat menimbulkan penderitaan baik bagi penderita sendiri maupn keluarga dan orang lain yang dianggap penting. Anggota yang menjadi kunci dari tim perawatan luka bakar adalah perawat yang bertanggung jawab untuk membuat perencanaan perawatan yang bersifat individual yang merefleksikan kondisi klien secara keseluruhan.







DAFTAR PUSTAKA
ATLS. American College of Surgeons Committee On Trauma. 1997. First Impression. United States of America.
Basic Science of Plastic and Reconstructive Surgery. Pertemuan ilmiah berkala trigonum plus XV. Oktober 2003.
Baxter CR. Management of Burn Wound. Dermatol Clin 1993;11:709-14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar