BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Kehilangan
adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara individual. Hidup
adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai belajar
berjalan mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan
perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya.
Penyakit dan perawatan di rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan.
(potter dan perry)
Kehilangan
adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan,
atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Kehilangan dapat memiliki beragam bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang dipengaruhi
oleh lingkungan seseorang yang meliputi keluarga, teman, atau masyarakat, dan
budaya. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat disalah artikan,
seperti kehilangan kepercayaan diri atau pretise. Kehilangan dapat bersifat
aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat aktual dapat dengan mudah
diidentifikasi, misalnya seorang anak yang temannya pindah rumah dan yang
paling nyata adalah kematian.
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu
hal yang pasti, yaitu individu tersebut akan meninggal dunia . Kematian merupakan
suatu hal yang alami. Saat
terjadinya kematian merupakan saat-saat
yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan tidak terduga
seperti seorang anak yang meninggal akibat kecelakaan, kematiaan dapat
berlangsung mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya
seseorang yang pingsan dan dalam waktu 24 jam sudah meninggal, kematian dapat
diperkirakan sebelumnya melalui diagnosis medis tetapi saat kematian itu
sendiri biasa terjadi mendadak,atau pasien dapat mengalami dahulu stadium
terminal penyakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga berbulan-bulan.
Kematian dari
masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi terhentinya pernapasan,
nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal,
ditandai dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian, kemajuan dalam teknologi
kedokteran berlangsung sedemikian cepat
sehingga kalau satu atau lebih sistem
tubuh tidak berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya”
dengan bantuan
mesin, tindakan ini
dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan organ tubuh untuk bedah
transplantasi.
Kepercayaan yang
ada pada agama memberitahukan konsep-konsep yang benar dan yang salah, dan perilaku yang diharapkan untuk
menjadi seseorang yang baik, penuh tenggang rasa terhadap oranglain serta
mempunyai rasa cinta kasih terhadap sesama,
baik dalam perkataan maupun perbuatannya.
Dengan memahami
bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan membantu
perawat dalam memberikan
respon
terhadap kebutuhan pasien dengan lebih murah hati.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini:
- Mengetahui konsep kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian
- Mengetahui tindakan asuhan keperawatan perawatan jenazah
- Mengetahui konsep kematian menurut beberapa agama
- Mengetahui tidakan perawatan jenazah yang harus dilakukan
berdasarkan agama klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kematian
Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan
mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, remaja,
dewasa, lansia dan akhirnya mati.
Kematian (death)
merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya
aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap. . Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya
:
1.
Algor
mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu
terhentinya produksi panas, sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus,
akibat adanya perbedaan panas antara mayat dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d. Aliran udara, kelembaban udara
e. Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f. Sebab kematian, posisi tubuh
2.
Livor mortis
(Lebam mayat)
Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran
darah terhenti mengakibatkan stagnasi maka darah menempati daerah terbawah
sehingaa tampak bintik merah kebiruan.
3.
Rigor mortis (Kaku mayat)
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau
disertai pemendekan serabut
otot.
Tahapan tahapan rigor mortis:
0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
6 jam : Kaku lengkap
12 jam : kaku menyeluruh
36
am : relaksasi
sekunder
4. Dekomposisi
( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana
bahan-bahan organik tubuh mengalami dekomposisi baik yang disebabkan karena
adanya aktifitas bakteri, maupun karena autolisis. Skala waktu terjadinya
pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut kanan bawah (caecum).
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut kanan bawah (caecum).
Mekanisme:
Degradasi jaringan oleh bakteri → H2S,
HCN, AA, asam lemak
H2S + Hb → HbS (hijau kehitaman).
H2S + Hb → HbS (hijau kehitaman).
Faktor yang mempengaruhi pembusukan:
1. Mikroorganisme
2. Suhu optimal (21 – 370C)
3. Kelembaban tinggi→cepat
4. Sifat mediumnya
udara=air=tanah=(1:2:8)
5. Umur bayi, anak, ortu → lambat
6. Kostitusi tubuh : gemuk (cepat)
7. Keadaan waktu mati kematian :edema(cepat),
dehidrasi(lambat)
8. Sebab kematian : radang (cepat)
Berikut ini terdapat beberapa definisi mengenai kematian sebagai
berikut :
1. Mati klinis adalah henti nafas
(tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan
semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini
kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua
fungsi sistem organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi
optimal.
2. Mati biologis (kematian semua organ)
selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP)
atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses
nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik
setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oaleh jantung, ginjal, paru
dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada
penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama
kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara
keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin
untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal
seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac
arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme
yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah
jantung pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit.
Dengan perkataan lain, hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama
adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung (henti
jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable,
garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan
RJP dan terapi obat yang optimal.
3. Mati serebral (kematian korteks)
adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama neokorteks. Mati
otak (MO,kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis
sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.
Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak
berhubungan dengan jatuhnya manusia ke dalam dosa atau dengan Allah, melainkan
diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari tubuh manusia.
Kematian
menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan
(2) matinya jaringan otak
(3) tidak berdenyutnya jantung
(4) adanya
pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio
bilamana fungsi pernafasan/paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti
atau telah terbukti terjadi kematian batang otak. Dengan demikian, kematian
berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada
suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan.
Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu
baka.
2.2 ASUHAN
KEPERAWATAN PADA MASALAH MENJELANG KEMATIAN DAN KEMATIAN
- Pengkajian
Keperawatan
Pengkajian masalah ini antara lain adanya tanda klinis saat
menghadapi kematian (sekarat), seperti perlu dikaji adanya hilangnya tonus
otot, relaksasi wajah, kesulitan untuk berbicara, kesulitan menelan, penurunan
aktivitas gastrointestinal, melemahnya tanda sirkulasi, melemahnya sensasi,
terjadinya sianosis pada ekstremitas, kulit teraba dingin, terdapat perubahan
tanda vital seperti nadi melambat dan melemah, penurunan tekanan darah,
pernapasan tidak teratur melalui mulut, adanya kegagalan sensori seperti
pandangan kabur dan menurunnya tingkat kecerdasan. Pasien yang mendekati
kematian ditandai dengan dilatasi pupil, tidak mampu bergerak, refleks hilang,
nadi naik kemudian turun, respirasi cheyne stokes (napas terdengar kasar), dan
tekanan darah menurun. Kematian ditandai dengan terhentinya pernapasan, nadi,
dan tekanan darah, hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, hilangnya
pergerakan otot, dan terhentinya aktivitas otak.
- Diagnosis
Keperawatan
1. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses sekarat).
2. Keputusan berhubungan dengan penyakit terminal.
- Perencanaan
dan tindakan keperawatan
Hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan tujuan keperawatan adalah
membantu mengurangi depresi, mempertahankan harapan, membantu pasien dan
keluarga menerima kenyataan. Rencana yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut, antara lain:
- Memberikan
dukungan dan mengembalikan kontrol diri pasien dengan cara mengatur tempat
perawata, mengatur kunjungan, jadwal aktivitas, dan penggunaan sumber
pelayanan kesehatan.
- Membantu
pasien mengatasi kesepian, depresi, dan rasa takut.
- Membantu
pasien mempertahankan rasa aman, percaya diri, dan harga diri.
- Membantu
pasien mempertahankan harapan yang dimiliki.
- Membantu
pasien menerima kenyataan.
- Memenuhi
kebutuhan fisiologis.
- Memberikan
dukungan spiritual dengan memfasilitasi kegiatan spiritual pasien.
- Tindakan Perawat Dalam Menangani Jenazah
Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya
dengan hormat dan sebaik-baiknya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip,
dengan kata lain, seseorang telah diperlakukan secara manusiawi dan sama
seperti orang lain. Seorang perawat harus memperlakukan tubuh jenazah dengan
hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh harus diikat dan kepala
dinaikkan ke atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membasuhnya dengan air
hangat secara perlahan. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasien harus
dicuci dan dibersihkan rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan
postmortem. Hal ini dapat menjadi tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih
mudah melakukannya apabila bekerja sama dengan staf kesehatan lainnya. Adapun
hal yang harus diperhatikan :
1. Perlakukan
tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yang masih
hidup.
2. Beberapa
fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar
jenazah tiba.
3. Periksa
prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
a. Perawatan Jenazah
1.
Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis.
2.
Singkirkan pakaian atau alat tenun.
3.
Lepaskan semua alat kesehatan
4.
Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda
5.
Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat
pergelangannya (tergantung dari kepercayaan atau agama)
6.
Tempatkan satu bantal di bawah kepala.
7.
Tutup kelopak mata, jika tidak bisa tertutup bisa menggunakan kapas
basah.
8.
Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan
handuk di bawah dagu.
9.
Letakkan alas di bawah glutea
10. Tutup tubuh jenazah sampai sebatas bahu
11. Kepala ditutup dengan kain tipis
12. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga
13. Beri kartu atau tanda pengenal
14. Bungkus jenazah dengan kain panjang
b. Perawatan Jenazah yang akan Diotopsi
1.
Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan
2.
Beri label pada pembungkus jenazah
3.
Beri label pada alat protesa yang digunakan
4.
Tempatkan jenazah pada lemari pendingin
c.
Perawatan Jenazah yang meninggal akibat kasus penyakit menular
1.
Tindakan di ruangan
a.
Luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan
mulut dengan kapas
b.
Lepaskan alat kesehatan yang terpasang
c.
Setiap luka harus diplester rapat
d.
Tutup semua lubang tubuh dengan plester
kedap air
e.
Membersihkan jenazah perhatikan beberapa
hal :
Perawat menggunakan pelindung :
a.
Sebaiknya
menggunakan masker penutup mulut.
b.
Harus menggunakan sarung tangan karet.
c.
Sebaiknya menggunakan apron / untuk melindungi tubuh
dalam keadaan
tertentu.
d.
Menggunakan air pencuci yang telah
dibubuhi bahan desinfektan
e.
Mencuci tangan dengan sabun setelah
membersihkan jenazah
(sebelum sarung tangan dilepaskan dan sesudah sarung
tangan dilepaskan).
f.
Pasang label identitas jenazah pada kaki.
g.
Keluarga/teman diberi kesempatan untuk
melihat jenazah
h.. Memberitahukan
kepada petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit “menular”
i.
Jenazah dikirimkan ke kamar jenazah
2.
Tindakan di Kamar Jenazah
a.
Jenazah dimandikan oleh petugas kamar
jenazah yang telah mengetahui cara memandikan jenazah yang infeksius.
b.
Petugas sebaiknya menggunakan pelindung :
1.
masker
penutup mulut
2.
kaca
mata pelindung mata
3.
sarung
tangan karet
4.
apron/baju
khusus untuk melindungi tubuh dalam keadaan tertentu
5.
sepatu
lars sampai lutut (sepatu boot)
c.
Menggunakan air pencuci yang telah
dibubuhi desinfektan, antara lain kaporit.
d.
Mencuci tangan
dengan sabun setelah membersihkan jenazah (sebelum dan sesudah sarung tangan
dilepaskan)
e.
Jenazah
dibungkus dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan
kepercayaan/agamanya.
1.
Segera mencuci
kulit dan permukaan lain dengan air bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
2.
Dilarang
menutup atau memanipulasi jarum suntik, buang dalam wadah khusus alat tajam
3.
Sampah dan
bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam tas plastik
4.
Pembuangan
sampah dan bahan terkontaminasi dilakukan sesuai dengan tujuan mencegah infeksi
5.
Setiap percikan
atau tumpahan darah di permukaan segera dibersihkan dengan larutan desinfektans,
misalnya klorin 0.5 %
6.
Peralatan yang
akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi,
pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
7.
Jenazah yang
sudah dibungkus tidak boleh dibuka
8.
Jenazah tidak
boleh dibalsam, disuntik untuk pengawetan dan diautopsi kecuali
oleh petugas khusus.
9.
Dalam hal
tertentu, autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
pimpinan RS
- Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara umum dapat dinilai
dari kemampuan individu untuk menerima makna kematian, reaksi terhadap
kematian, dan perubahan perilaku, yaitu menerima arti kematian.
2.3. Konsep Perawatan Jenazah Menurut Beberapa
Agama
A. Konsep Kematian Menurut Agama Islam
Orang disebut “mati” apabila nyawanya telah meniggalkan tubuh. Oleh karena
itu, manusia dan hewan juga mengalami kematian. Dalam ajaran islam, mati
hanyalah masa istirahat untuk mejelang hidup yang abadi di akhirat nanti. Suatu
masa hidup yang tidak berkesudahan.
Seperti
yang tercantum dalam ayat “Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS.
29:57) tiap orang yang pernah hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati.
Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini, kita tidak pernah
menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini
masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari
yang telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung
melihat kematian sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.
Ketika
kematian dialami oleh seorang manusia, semua “kenyataan” dalam hidup tiba-tiba
lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan “hari-hari indah” di dunia ini.
Renungkanlah segala sesuatu yang anda dapat lakukan saat ini: anda dapat
mengedipkan mata anda, menggerakkan badan anda, berbicara, tertawa; semua ini
merupakan fungsi tubuh anda. Sekarang renungkan bagaimana keadaan dan bentuk
tubuh anda setelah anda mati nanti.
Manusia yang
diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang diri.
Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala
keinginannya. Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya.
Namun, tidak seorang pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah
dikuburkan hanya dengan dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah.
Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya pun dengan cara yang
sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati hanyalah amal-amalnya
saja.
Dunia adalah tempat ujian dan cobaan. Bagi orang yang tunduk dan patut
kepadanya maka surga sebagai balasannya. Kita juga tidak tahu kapan dan dimana
akan datangnya maut. Bahkan apa yang kita peroleh pada hari esok, belum tahu
apa yang terjadi. Adanya kematian yang menimpa seseorang, berarti akan memutus
kelezatan dunia. Manusia tinggal menunggu balasan amal perbuatannya ketika
masih di dunia.
B. Konsep Kematian menurut Agama Kristen
Antropologi Perjanjian Lama menjelaskan bahwa manusia bukan berasal dari Allah
melainkan diciptakan oleh Allah (Kej 1:27) atau dibentuk oleh Allah dari debu
tanah dan diberi kehidupan setelah Allah menghembus nafas hidup ke dalam hidungnya
(Kej. 2:7). Bila manusia disebut ciptaan maka di dalam manusia ada unsur
ketidakkekalan (mortality). Dalam
Kej. 2:16-17 terdapat larangan makan buah pengetahuan yang baik dan jahat
dengan akibat ”mati. Perintah Allah itu itu dilanggar sssmanusia sehingga
manusia mati dalam pengertian terpisah dengan Allah atau mati rohani. Rasul Paulus juga berbicara
bahwa manusia mati (nekros) karena
pelanggaran dan dosa (Ef 2:1, Rm 7:9). Selain itu dalam Roma 6:23, Rasul Paulus
mengatakan bahwa upah dosa adalah maut (thanatos).
Akibat dosa, manusia terputus hubungannya dengan Allah. Dalam Kej 2:7 dikatakan
bahwa Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah. Allah memasukkan nafas (neshamah) ke dalam bentuk jasmani, dan
dengan cara itu manusia menjadi makhluk hidup (nefesh chayyah). Tetapi bukan berarti manusia menerima jiwa atau
roh ilahi (divine soul or spirit).
Paham immortalitas jiwa tidak dikenal dalam Alkitab.
Manusia mengalami
kematian bukan karena Tuhan, tetapi karena kemauan manusia sendiri yang hendak menjadi sama seperti Allah. Dosa utama ini yang membawa kematian dalam hidup manusia. Pandangan rohani yang dalam ini berasal dari konflik antara tradisi Yahwis berhadapan dengan konsepsi dunia Timur kuno. Manusia yang terdiri dari tubuh, roh dan jiwa disebut sebagai manusia seutuhnya; manusia sebagai suatu totalitas. Manusia yang utuh ini yang Allah ciptakan dan sekaligus diselamatkan Allah setelah jatuh dalam dosa. Keselamatan yang Allah berikan bukanlah keselamatan untuk jiwanya saja, tetapi keselamatan untuk tubuhnya juga. Kalau manusia mati, ia mati seluruhnya sebagai tubuh dan jiwa. Allah bersama-sama manusia dalam hidupnya dan Allah juga bersama-sama dengan manusia pada waktu manusia mati dan sesudah manusia mati. Jelas bahwa manusia mati sebagai manusia dalam totalitas dirinya. Ia mati sebagai diri yang rohani dan badani. Maka kematian badani adalah lambang yang tepat yang menjelaskan lebih mendalam bahwa maut adalah akibat dosa dan tidak terelakkan. Bila dosa mengakibatkan kematian, maka Kristus telah diutus Allah untuk menghapuskan dosa manusia sehingga di dalam Kristus manusia didamaikan dengan Allah. Dengan jalan itu, Allah memberikan kepada manusia kemungkinan baru untuk hidup sebagai partnerNya.
kematian bukan karena Tuhan, tetapi karena kemauan manusia sendiri yang hendak menjadi sama seperti Allah. Dosa utama ini yang membawa kematian dalam hidup manusia. Pandangan rohani yang dalam ini berasal dari konflik antara tradisi Yahwis berhadapan dengan konsepsi dunia Timur kuno. Manusia yang terdiri dari tubuh, roh dan jiwa disebut sebagai manusia seutuhnya; manusia sebagai suatu totalitas. Manusia yang utuh ini yang Allah ciptakan dan sekaligus diselamatkan Allah setelah jatuh dalam dosa. Keselamatan yang Allah berikan bukanlah keselamatan untuk jiwanya saja, tetapi keselamatan untuk tubuhnya juga. Kalau manusia mati, ia mati seluruhnya sebagai tubuh dan jiwa. Allah bersama-sama manusia dalam hidupnya dan Allah juga bersama-sama dengan manusia pada waktu manusia mati dan sesudah manusia mati. Jelas bahwa manusia mati sebagai manusia dalam totalitas dirinya. Ia mati sebagai diri yang rohani dan badani. Maka kematian badani adalah lambang yang tepat yang menjelaskan lebih mendalam bahwa maut adalah akibat dosa dan tidak terelakkan. Bila dosa mengakibatkan kematian, maka Kristus telah diutus Allah untuk menghapuskan dosa manusia sehingga di dalam Kristus manusia didamaikan dengan Allah. Dengan jalan itu, Allah memberikan kepada manusia kemungkinan baru untuk hidup sebagai partnerNya.
(Stephen. 2007. Perspektif dan Sikap Theologis.
Diakses dari :
C. Konsep
Kematian Menurut Agama Hindu
Manusia pada umumnya selalu takut
datangnya kematian, manusia dengan segala cara selalu menjaga kesehatannya
dengan harapan proses kematian jangan terlalu cepat sehingga dapat lama
menikmati kehidupan ini. Rasa takut manusia menghadapi kematian adalah suatu
pertanda bahwa sudah banyak penderitaan yang lain pada saat matinya dalam
kehidupan yang sebelumnya. Agama Hindu mengatakan setelah mati tubuh hancur,
kembali menjadi panca maha buta. Sedangkan jiwa mungkin mencapai moksha atau
lahir kembali ke dunia ini.
Salah
satu kitab dalam
yang disakralkan oleh umat Hindu adalah kitab Upanishad. Kitab Upanishad
mengajarkan bahwa di luar dunia ini, "brahmanatman"lah
(sesuatu seperti Allah) satu-satunya yang benar-benar ada dan berarti. Apa yang
manusia lihat, dunia ruang,
dan waktu adalah maya. Maya sifatnya hanya sementara dan tidak memiliki makna
yang nyata. Namun, semua yang hidup dan bernapas memiliki "atman" atau jiwa yang merupakan
bagian dari "paramatman"
atau dunia arwah. Setiap "atman", saat berada dalam dunia maya,
mencoba untuk kembali ke "paramatman".
Kitab Upanishad menyatakan bahwa jalan satu-satunya bagi
"atman" untuk kembali ke asalnya adalah melalui
"punar-janman" atau reinkarnasi. "Atman" (jiwa) seseorang mungkin berawal dari cacing, kemudian
melalui kematian dan kelahiran kembali, jiwa itu menjadi sesuatu yang lebih
tinggi derajatnya sampai menjadi manusia. Saat "atman" menjadi manusia, "atman" itu harus tumbuh dengan mencapai kelas sosial yang
lebih tinggi. Manusia mencapai kelas sosial yang lebih tinggi dengan mengikuti
darmanya -- tugasnya untuk melakukan sesuatu hal tertentu sesuai dengan
kelasnya. Tugas tersebut meliputi tugas moral, sosial, dan agama -- ketiganya
sangat penting dalam agama Hindu.
Cara lain untuk membebaskan jiwa adalah melalui yoga
-- kedisiplinan yang menahan hasrat jasmani di bawah penguasaan diri sehingga
"atman" dapat lolos dari lingkaran kematian dan kelahiran kembali
untuk kemudian bergabung ke "paramatman"
(dunia arwah). Sekalinya "atman"
dapat masuk ke "paramatman"
(kenyataan yang sebenarnya), maka "atman"
tersebut telah diterima di nirwana. Kemudian yang ada hanyalah hidup yang lebih
tinggi. Ia berhasil masuk ke dalam keabadian.
Orang Hindu meyakini bahwa dunia ini tidak bermakna
karena dunia ini hanya sementara dan satu-satunya realitas adalah sesuatu yang
dapat ia lihat sekilas melalui disiplin dan meditasi yang intensif. Mereka
percaya bahwa jiwa mereka telah melalui lingkaran kelahiran, kematian,
kelahiran kembali yang panjang dan akan terus begitu sampai menemukan kelepasan
di nirwana (keabadian). Orang Hindu percaya bahwa Upanishad memberi mereka
hikmat yang mereka perlukan untuk menolak dunia agar jiwanya dapat mencapai "paramatman" yang kekal.
Hinduisme ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat
diperoleh melalui salah satu dari tiga cara, yakni dengan menjalankan darma
atau tugas; pengetahuan yang diajarkan Upanishad; dan pengabdian kepada salah
satu dewa, misalnya Wisnu atau Siwa. Cara yang terakhir adalah cara yang paling
banyak digunakan orang-orang dari kelas bawah (mayoritas orang India) karena
cara itu menawarkan kemudahan bagi jiwa mereka untuk mencapai kelas yang lebih
tinggi, dan akhirnya nirwana.
Menurut agama Hindu, setelah mengalami tahap-tahap
kehidupan yang sempurna dan melewati reinkarnasi, mereka akan bertemu dengan
Dewa Brahma (Pencipta).
D. Konsep Kematian menurut Agama Budha
Kematian menurut definisi yang terdapat dalam kitab suci agama Buddha
adalah hancurnya Khanda. Khanda adalah lima kelompok yang terdiri dari
pencerapan, perasaan, bentuk-bentuk pikiran, kesadaran dan tubuh jasmani atau
materi. Keempat kelompok yang pertama adalah kelompok batin atau NAMA yang
membentuk suatu kesatuan kesadaran. Kelompok kelima adalah RUPA, yakni kelompok
fisik atau materi. Gabungan batin dan jasmani ini secara umum dinamakan
individu, pribadi atau ego. Sebenarnya apa yang ada bukanlah merupakan suatu
individu yang berwujud seperti itu. Namun dua unsur pembentuk utama, yakni NAMA
dan RUPA hanya merupakan fenomena belaka. Kita tidak melihat bahwa kelima
kelompok ini sebagai fenomena, namun menganggapnya sebagai pribadi karena
kebodohan pikiran kita, juga karena keinginan terpendam untuk memperlakukannya
sebagai pribadi serta untuk melayani kepentingan kita.
Kita akan mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bilamana
memiliki kesadaran dan keinginan untuk melakukannya, yakni bila kita ingin
melihat ke dalam pikiran sendiri dan mencatat dengan penuh perhatian (Sati).
Mencatat secara objektif tanpa memproyeksikan suatu ego ke dalam proses ini dan
kemudian mengembangkan latihan tersebut untuk waktu yang cukup lama,
sebagaimana telah diajarkan oleh Sang Buddha dalam SATIPATHANA SUTTA. Maka kita akan melihat bahwa kelima kelompok ini
bukan sebagai suatu pribadi lagi, melainkan sebagai suatu serial dari proses
fisik dan mental. Dengan demikian kita tidak akan menyalah-artikan kepalsuan
sebagai kebenaran. Lalu kita akan dapat melihat bahwa kelompok-kelompok
tersebut muncul dan lenyap secara berturut-turut hanya dalam sekejap, tak
pernah sama untuk dua saat yang berbeda; tak pernah diam namun selalu dalam
keadaan mengalir; tak pernah dalam keadaan yang sedang berlangsung namun selalu
dalam keadaan terbentuk. Kelompok materi atau jasmani berlangsung sedikit lebih
lama, yakni kira-kira tujuh belas kali dari saat berpikir tersebut. Karena itu
setiap saat sepanjang kehidupan kita, bentuk-bentuk pikiran muncul dan lenyap. Lenyapnya yang dalam waktu sekejap mata ini
merupakan suatu bentuk dari kematian.
Lenyapnya elemen-elemen dalam waktu sekejap ini tidaklah jelas, karena
kelompok-kelompok yang berturutan akan muncul dengan segera untuk menggantikan
yang lenyap, dan mereka inipun muncul dan lenyap sebagaimana terjadi dengan
hal-hal terdahulu. Inilah yang kita katakan sebagai —Terus berlangsungnya
kehidupan“. Namun dengan berjalannya waktu, maka kelompok materi atau jasmani
kehilangan kekuatannya dan mulai terjadi kelapukan. Saatnya akan tiba di mana
kelompok-kelompok ini tidak dapat berfungsi lebih lanjut, dan istilah yang biasa dipakai inilah akhir dari
suatu kehidupan yang kita sebut sebagai terjadinya kematian.
Menurut agama Budha, kematian dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
1. Kematian dapat disebabkan oleh habisnya masa
hidup sesuatu makhluk tertentu.Kematian semacam ini disebut —AYU-KHAYA“.
- Kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma
yang telah membuat terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal
tersebut. Hal ini
disebut KAMMA-KHAYA“.
- Kematian
yang disebabkan oleh berakhirnya kedua sebab tersebut di atas, yang
terjadi secara berturut-turut. Disebut —UBHAYAKKHAYA“.
- Kematian yang disebabkan oleh keadaan luar, yaitu:
kecelakaan, kejadian-kejadian
yang tidak pada waktunya, atau bekerjanya
gejala alam dari suatu karma akibat kelahiran terdahulu yang tidak termasuk
dalam butir (c) di atas (UPACHEDAKKA).
Ada
suatu perumpamaan yang tepat sekali untuk menjelaskan keempat macam kematian
ini, yaitu perumpamaan dari sebuah lampu minyak yang cahayanya diibaratkan
sebagai kehidupan.Cahaya dari lampu minyak dapat padam akibat salah satu sebab
berikut ini:
1.
Sumbu dalam lampu telah habis terbakar. Hal ini serupa dengan kematian
akibat berakhirnya masa hidup suatu makhluk.
2.
Habisnya minyak dalam lampu seperti halnya dengan kematian akibat
berakhirnya tenaga karma.
3.
Habisnya minyak dalam lampu dan terbakar habisnya sumbu lampu pada saat
bersamaan, sama halnya seperti kematian akibat kombinasi dari sebab-sebab
yang diuraikan pada kedua hal di atas.
4.
Pengaruh dari faktor luar, misalnya ada angin yang meniup padam api lampu.
Sama halnya seperti yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.
Oleh
karena itu karma bukan merupakan satu-satunya sebab dari kematian. Dalam
Anguttara Nikaya dan Kitab-kitab lainnya, Sang Buddha menyatakan dengan pasti
bahwa karma bukan merupakan penyebab dari segala hal.
E.Konsep
kematian menurut agama konghucu
Kematian adalah bagian dari
setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin dihindari. Ia
begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan
Agama. Alkitab secara “konsisten” mengaitkan kematian itu dengan dosa
atau maut. (bnd Kej. 2:17; Maz 90:7-11; Rm 5:12; 6:23; 1 Kor 15:21 dan Yak
1:1-5).
Manusia ditetapkan untuk
mati hanya satu kali saja (Ibr 9:27), walaupun sering kita mendengar orang
mengatakan ada yang mati dan hidup lagi, biasanya itu yang disebut dengan mati
suri. Sebenarnya kematian itu tidak sesuai dengan kodrat manusia, hal ini
disebabkan oleh pemberontakkannya kepada Allah. Bruce Milne, menambahkan bahwa ini
merupakan salah satu bentuk hukuman ilahi. Namun menurut firman Tuhan ,
walaupun kematian itu tak terelakkan, bukan merupakan akhir dari segala
sesuatu. Itu sebabnya pada masa manusia itu diberi kesempatan untuk hidup,
haruslah mempergunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Kematian bagi
kalangan Tionghoa dalam hal ini orang Tionghoa tradisi masih sangat tabu untuk dibicarakan,
sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber “malapetaka” atau “sial”.
Itulah sebabnya perlu ditangani dengan ritual keagamaan yang benar sehingga
kelak mereka tidak diganggu oleh roh yang meninggal itu.
a. Hubungan Anak dan Orangtua
Tradisi Tionghoa sangat
menuntut agar anak-anaknya senantiasa menghormati orangtua. Tradisi ini
sebenarnya wajar dilakukan jikalau orangtua yang dimaksud masih hidup.
Yang menjadi tidak wajar adalah tatkala orang tersebut sudah matipun harus
dihormati dan diangap sekan-akan masih hidup. Parrinder menjelaskan
bahwa, yang
dimaksud dengan menghormati orangtua yang sudah mati adalah dengan cara
menjalankan kewajiban memberikan mereka korban dan makanan. Atau ada juga yang
mengirimkan mereka rumah, pakaian, uang, mobil, computer (laptop) dan
sebaginya.
Penghormatan terhadap orangtua disebut Hao (Hshiao) yang bagi mereka
harus disertai sikap hormat pada orang-orang yang lebih tua sebagai pernyataan
kasih. Sikap hormat ini berlangsung setiap hari kepada mereka yang masih
hidup dan setelah meninggal dilakukan dengan cara yang berbeda. Oleh sebab itu
seorang anak sangat dipentingkan oleh keluarga orang Tionghoa, terutama anak
laki-laki. Bagi mereka anak bukan hanya untuk melanjutkan marga (She)
dan membawa berkat (Hokky) , tetapi yang terutama untuk mengganti
sang ayah merawat abu leluhur.
Menurut Nio Joe Lan, ada dua macam pendapat tentang pemujaan terhadap arwah
leluhur :
- Arwah
manusia itu hidup terus, dengan memujanya maka diharapkan arwah leluhur
itu akan melindungi keturunannya dari malapetaka.
- Pemujaan terhadap arwah leluhur semata-mata hanya merupakan peringatan terhadap leluhur, yakni mereka yang telah memberi hidup pada generasi masa kini. Jadi dengan kata lain, memelihara “meja abu” tersebut hanya untuk mengenang orangtua yang sudah meninggal.
Seorang anak laki-laki
yang tidak mengurus “abu leluhur”, disebut Put Hao (tidak berbakti), bahkan yang lebih dahsyat lagi keluarga
yang tidak memiliki anak laki-laki juga digolongkan sebagai Put Hao.
Itu sebabnya ada kelurga yang terpaksa mengadopsi anak laki guna memenuhi
syarat ini, bahkan yang lebih celaka konsep ortodox mereka, seorang suami
diijinkan menikah lagi demi untuk mendapat anak laki-laki.
b. Konsep Kematian bagi orang Tionghoa
Sampai saat ini orang
Tionghoa masih menganggap kematian ini merupakan suatu hal yang tabu untuk
dibicarakan, apalagi pada saat seseorang yang lagi merencanakan menikah atau
melahirkan anak. Bagi orang Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal
secara otomatis statusnya berubah menjadi dewa, bahkan umurnya boleh ditambah
tiga tahun (satu tahun untuk Bumi, satu tahun untuk udara dan satu tahun
untuk laut), oleh sebab itu orang tersebut harus disembah terutama oleh
mereka yang lebih muda, termasuk anak cucu.
Penyembahan dilakukan di
kubur, selain itu dapat juga dilakukan di rumah dengan cara memanggil roh arwah
tersebut di depan altar ( Hio Lo)-nya. Biasanya Hio Lo ini
dipasang di rumah putra sulung, kecuali atas persetujuan keluarga maka boleh
ditempatkan di rumah anak yang lain. Jaman ini tersedia fasilitas khusus untuk
meletakkan abu leluhur, dan ada orang-orang volunteer yang bersedia
mengurusnya. Untuk mengetahui apakah roh yang dipanggil itu sudah hadir atau
belum maka diadakan Puak Poi yakni dengan melemparkan dua keping uang
logam. Apabila jatuhnya berlainan sisi sebanyak tiga kali berturut-turut, itu
berarti roh arwah yang dipanggil sudah hadir.
Menurut kepercayaan mereka,
orang yang mati secara tragis misalnya, tabrakan,bunuh diri, dan dibunuh,
rohnya akan gentayangan; karena belum tiba saatnya dipanggil masuk dunia orang
mati. Nama mereka belum tercantum di dalam kerajaan maut (Im Kan) yang dikuasai
raja Giam Lo (Ong = raja). Roh gentayangan inilah yang
biasanya disembah mereka pada hai Cui Ko, yakni bulan ke tujuh tanggal lima
belas.
b.Tempat Persemayaman
Pada jaman dulu, mengurus
jenazah orang mati selalu menjadi tugas keluarga. Saat itu banyak orang
yang matinya di rumah bukan di rumah sakit. Anggota keluarga memandikan dan
menyiapkan tubuh itu sebelum dimakamkan, tukang kayu setempat membuat peti
mati, pesuruh gereja menggali lubang; sedangkan upacara diadakan di gereja atau
di rumah. Dengan dihadiri sanak famili dan kerabat-kerabat, tubuh (Jenazah)
dibaringkan dipekuburan milik gereja atau halaman rumah.
Menurut tradisi Tionghoa, jikalau seseorang
meninggal, maka mayatnya harus disemayamkan bebrapa hari sambil mengadakan
upacara-upacara sembahyang dan pada malam hari mayatnya harus tetap dijaga,
sebab menurut kepercayaan mereka apabila mayat tersebut dilangkahi kucing maka
mayat itu bisa bangkit berdiri. Pada saat inilah sanak keluarga
mengadakan penyembahan kepada roh orang yang meninggal sebagai suatu
penghormatan (Hao).
Tempat persemayaman
jenazah biasanya dilakukan di rumah, namaun sekarang orang lebih senang memakai
rumah sosial, di Surabaya misalnya Yayasan Sosial Adi Jasa dan
sebagainya. Sebenarnya bagi orang Tionghoa tradisi, menyemayamkan orang
mati di rumah sendiri itu lebih baik, hal ini jugga untuk menunjukkan Hao mereka,
namun karena pada masa sekarang karena masalah keamanan, rumah yang tidak
memadai, parkir, membuat orang-orang memakai rumah sosial.
2.4.
Perawatan Jenazah Menurut Beberapa Agama
A. Perawatan Jenazah menurut Agama Islam
Perawatan
jenazah menurut Islam meliputi memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan dan
menguburkan.
1. Memandikan jenazah
Syarat-syarat jenazah wajib dimandikan adalah:
a.
Jenazah itu harus orang Islam
b.
Didapati tubuhnya walaupun
sakit
c.
Bukan mati syahid
d.
Bayi lahir sebelum waktunya dan belum ada tanda-tanda hidup, misalnya belum
menangis, belum bernafas dan denyut nadi belum bergerak.
e.
Orang yang meninggal karena kecelakaan yang fatal sehingga tubuhnya nyaris
rusak/hancur.
Bila jenazah disemayamkan lebih dari 24 jam sebaiknya tidak dimandikan
tetapi cukup dilap dengan kain yang agak
basah sampai kering, kemudian diberi borehan dengan alkohol atau spiritus.
Sesudah itu diberi bedak dengan maksud agar mayat tetap kering an tidak mendatangkan
bau yang kurang sedap.
Orang-orang yang berhak memandikan jenazah:
a.
Jika mayat telah mewasiatkan
kepada seseorang untuk memandikannya maka orang itulah yang berhak.
b.
Jika mayat tidak mewasiatkan
maka yang berhak adalah ayahnya atau kakeknya atau anaknya laki-laki atau
cucunya laki-laki.
c.
Jika tidak ada yang mampu
keluarga mayat boleh menunjuk orang yang amanah yang terpercaya buat
mengurusnya.
Persiapan sebelum memandikan jenazah:
a.
Menutup aurat si mayat
dengan kain basahan atau handuk besar.
b.
Melepas pakaian yang masih
melekat di tubuhnya.
c.
Menggunting kuku tangan dan
kaki kalau panjang.
d.
Mencukur bulu ketiak dan
merapikan kumis.
e.
Membersihkan hidung dan
mulut serta menutupnya dengan kapas ketika dimandikan lalu dibuang setelah
selesai.
Tata cara
memandikan jenazah:
a.
Jenazah dibaringkan di
tempat yang tinggi.
b.
Jenazah dimandikan di tempat
tertutup.
c.
Ketika dimandikan dipakaikan
kain basah.
d.
Bersihkan isi perut dengan
tangan kiri yang telah terbalut.
e.
Jenazah dibersihkan dari
nazis yang melekat di tubuhnya atau yang keluar dari duburnya.
f.
Setelah dibersihkan lalu
dengan menggunakan air, sabun mandi, seluruh tubuh dari rambut sampai telapak
kaki dimandikan sampai bersih. Disunnahkan jenazah tersebut dimandikan tiga
kali atau lima kali.
g.
Setelah jenazah selesai
dimandikan, kemudian badannya dikeringkan dengan memakai handuk.
2.
Mengkafani jenazah
Tata
cara mengkafani jenazah adalah:
Jenazah laki-laki atau
wanita minimal dibungkus dengan selapis kain kafan yang menutupi seluruh
tubuhnya. Namun untuk jenazah laki-laki sebaiknya dibungkus tiga lapis dan
untuk wanita lima lapis yaitu kain basahan, baju, tutup kepala, kerudung dan
kain kafan yang menutupi seluruh tubuhnya.
3. Menyolatkan jenazah
Syarat-syarat sah sholat jenazah adalah:
a.
Menutup aurat, suci dari
hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta menghadap kiblat.
b.
Mayat sudah dimandikan dan
dikafani.
c.
Letak mayat sebelah kiblat
orang yang menyolatinya, kecuali kalau sholat dilakukan di atas kubur atau
sholat gaib
B.Perawatan Jenazah
menurut Agama Kristen
a.
Cara merawat jenazah
Tindakan
ini dilakukan untuk menjaga privasi keluarga sekaligus merawat jenazah supaya tahan lama dan kelihatan
bersih dan menghargai jenazah.
1.
Perlengkapan memandikan
jenazah
Adapun perlengkapan
yang diperlukan dalam memandikan jenazah:
a.
Air bersih secukupnya
b.
Sabun mandi untuk
membersihkan
c.
Sarung tangan atau handuk
untuk membersihkan kotoran-kotoran
d.
Lidi atau sebagainya untuk
membersihkan kuku
e.
Handuk untuk mengeringkan
badan atau tubuh jenazah setelah selesai dimandikan
2.
Cara-cara memandikan jenazah
a.
Bujurkan jenazah di tempat
yang tertutup, tetapi jika jenazah dapat didudukkan di kursi bisa didudukan
dikursi.
b.
Seandainya jenazah perempuan
maka yang memandikan perempuan demikian juga sebaliknya.
c.
Lepaskan seluruh pakaian
yang melekat dan menutup
d.
Tutup bagian auratnya
e.
Lepaskan logam seperti
cincin dan gigi palsu seandainya ada.
f.
Bersihkan kotoran nazisnya
dan meremas bagian perutnya hingga kotorannya keluar, hal ini dialakukan dalam
keadaan duduk.
g.
Bersihkan rongga mulut
h.
Bersihkan kuku, jari dan
tangannya
i.
Diusahakan menyiram air
mulai dari anggota yang kanan, diawali dari kepala bagian kanan terus ke bawah,
kemudian bagian kiri terus kebawah dan diulang sampai bersih
3.
Cara pelaksanaan memandikan
jenazah
a.
Mulai menyiram anggota tubuh
secara urut, tertib segera dan rata hingga bersih minimal 3 kali serta dimulai
anggota tubuh sebelah kanan.
b.
Menggosok seluruh tubuh
dengan air sabun.
c.
Menyiram beberapa kali
sampai bersih.
d.
Setelah bersih seluruh tubuh
dikeringkan dengan handuk kering hingga kering.
e.
Pakailah baju jenazah dengan
warna gelap atau pakaian kesukaannya.
f.
Diangkat ke rumah di ruang
tengah dimana dialasi tikar pandan.
4.
Hal-hal yang diperhatikan
a.
Dilarang memotong rambut,
hal ini dihindari karena dianggap menganiaya jenazah dengan menimbulkan
kerusakan atau cacat tubuh.
b.
Saat menyiram air pada wajah
dan muka tutuplah lubang mata, hidung, mulut dan telinganya agar tidak
kemasukan air.
c.
Apabila anggota tubuh
terluka dalam menggosok dan membersihkan bagian terluka supaya hati-hati
dilakukan dengan lembut seakan memperlakukan pada waktu masih hidup.
b.
Cara memformalin jenazah
Formalin
yang digunakan 70% sebab dapat membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam
bakteri dehidrasi kekurangan air, sehingga sel bakteri akan kering dan
membentuk lapisan baru dipermukaan, hal ini bertujuan untuk melindungi lapisan
dibawah, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain.
Formalin
digunakan kurang lebih 4 liter supaya tahan lama kurang lebih satu minggu,
untuk tiga hari jumlah 2 liter dimana konsentrasinya sama 70%, untuk
penyuntikan formalin dipercayakan kepada pihak RS atau bidan. Jika di RS
penyuntikan ini dipercayakan kepada perawat sedang di luar RS dipercayakan
kepada bidan. Ini disuntikan pada tubuh jenazah. Salah satu tempatnya di bagian
yang banyak mengandung air dan berongga contohnya di bagian sela-sela iga.
Formalin juga dapat dimasukkan ke pembuluh vena saphena magna. Pembuluh ini
letaknya di atas persendian kaki supaya tidak merusak organ tubuh lainnya. Ada
juga yang disuntikkan di pelipatan paha.
Namun, di dunia kedokteran sudah menggunakan standar di kaki karena selain
mencarinya mudah juga pembuluh sudah kelihatan.
C.Perawatan Jenazah
menurut Agama Hindu
a.
Terlebih dahulu jenazah harus dimandikan
dengan air tawar yang bersih dan sedapat mungkin dicampur dengan wangi-
wangian.
b.
Setelah itu diberi secarik kain putih
untuk menutupi bagian muka wajah dan bagian alat kelaminnya.
c.
Kemudian barulah diberi pesalin dengan
kain atau baju yang baru (bersih), rambutnya dirapikan (perempuan : rambutnya
digulung sesuai dengan arah jarum jam), posisi tangan dengan sikap
"menyembah" ke bawah. Setelah itu dibungkus dengan kain putih.
d.
Pada saat membungkus jenazah tersebut
supaya diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Bila jenazah itu laki- laki maka
lipatan kainnya: yang kanan menutupi yang kiri, dan bila perempuan maka lipatan
kainnya: yang kiri menutupi yang kanan. Setelah terbungkus rapi ikatlah bagian
ujung (kepala dan kaki) serta bagian tengah jenazah yang bersangkutan dengan
benang atau sobekan kain pembungkus tadi. Setelah selesai perawatan di atas,
barulah jenazah tersebut disemayamkan di tempat yang telah ditetapkan.
D.Cara Perawatan Jenazah menurut Agama Budha
1.
Mempersiapkan
perlengkapan memandikan jenazah
a.Meja
atau dipan untuk tempat memandikan jenazah
b.Air
basah
c.Air
kembang
d.Air yang
dicampur dengan minyak wangi
e.Sabun
mandi dan sampo
f.Sikat
gigi
g.Handuk.
- Mempersiapkan pakaian
a.Pakaian
harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang dikenakan
pada jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih hidup
Sarung tangan dan kaos
kaki yang berwarna putih
b.Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan
menggunakan kain putih
3.
Tindakan Perawatan Jenazah
a.Sesaat setelah
almarhumah/almarhum menghembuskan nafas yang terakhir, badannya digosok dengan
air kayu cendana, atau dengan menaruh es balokan di bawahnya agar jenazah tidak
kaku
b.Setelah itu jenazah diletakkan
di atas meja dan ditutupi kain setelah itu baru dibacakan paritta-paritta atau
doa-doa
4.
Pelaksanaan
Pemandian
a.Jenazah setelah disembahyangkan kemudian
diusung ke tempat pemandian yang telah disiapkan
b.Jenazah dimandikan dengan air bersih
terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air yang sudah
dicampur dengan minyak wangi.
c.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo,
kemudian disabun seluruh badannya dan giginya disikat dan kukunya dibersihkan,
setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
d.Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.
5.
Pemakaian pakaian
a.Jenazah
laki-laki
Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan
panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih
hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua
tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki
berwarna putih.
b.Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian
nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khuusnya
pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak,
rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua
tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna
putih.
c.Jenazah Khusus Pandita
Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah
berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi
kaos kaki berwarna putih.
6. Sikap Tangan Jenazah
Sikap
tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil
memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa
wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan
telapak kaki tetap ke depan.
(Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan
Jenazah bagi Umat Beragama Buddha di Indonesia. Diakses dari :
E.Perawatan jenazah menurut agama konghucu
Perlengkapan-perlengkapan
dalam Perkabungan
1. Pakaian
- Pakaian orang mati
Pakaian ini mulai
disediakan tatkala seseorang anggota keluarga itu lanjut usia. Biasanya karena
penyakit ketuaan yang diderita bertahun-tahun, sehingga si sakit meminta anak
cucunya untuk menyediakan pakaian itu baginya. Untuk membeli pakaian ini,
harus memeilih hari dan bulan baik yang dibaca melalui buku Thong Su
(semacam ensiklopedi Tioinghoa). Nama pakaian itu Sui I (Baju panjang
umur). Mernurut Martin C. Yang, pakaian tersebut dapat segera dikenakan pada si
sakit apabila diperkirakan orang itu sudah hampir menghembuskan nafasnya yang
terakhir.
- Pakaian Berkabung
Orang yang berkabung
(istilahnya Hao Lam) mengenakan pakaian serba putih, topi putih yang
terbuat dari kain blacu. Mereka yang lebih kental tradisinya lagi memakai
pakaian serba hiam. Selain itu juga dipasang Ha di lengan baju kiri
tanda berkabung. Tujuan mereka memakai pakaian berkabung adalah untuk
meringankan penderitaan orang yanag meninggal, semakin kental tradisi itu
dijalankan maka semakin ringan penderitaannya. Sedangkan dampaknya bagi yang
berkabung, mereka akan mendapat pengaruh baik atau Hokky , semakin lama
masa berkabung, maka semakin banyak pengaruh baiknya.
-Peti Mati
Peti mati
yang dipakai orang Tionghoa tradisi kelihatannya menyeramkan, sebab selain
ukurannya besar, berat ditambah lagi banyak ukir-ukiran kuno. Merupakan
kebanggan tersendiri, apabila sanak keluarga mampu membeli sendiri peti mati,
sebab ada kepercayaan mereka siapa yang yang membeli, dialah yang akan mendapat
banyak rezeki. Bagi mereka peti mati merupakan sarana untuk menghantar orang
mati ke dalam kuburnya, oleh sebab itu semua barang-barang kesayangan almarhum
supaya dimasukkan juga ke dalamnya. Pembelian peti mati yang mahal juga
merupakan salah satu bukti Hao nya anak-anak, dan ada kebiasaan peti
tersebut tidak boleh ditawar harganya.
- Tempat Dupa
Tempat dupa (Hio Lo),
merupakan sebuah bokor kecil yang fungsinya sebagai tancapan dupa. Benda ini
mempunyai dua buah kuping, sedangakan pada bagian depannya terukir sebuah kata Hi
(bahagia). Lazimnya Hio Lo itu terbuat dari timah, namun sekarang
ini tidak jarang kita lihat Hio Lo yang terbuat dari tanah liat. Hio
Lo itu diisi abu dapur yang kemudian dipercayai sebagai abu leluhur dan
harus dipelihara sampai generasi turun-temurun. Dupa (Hio)
merupakan alat sembahyang yang dibakar dan mengeluarkan bau-bau harum. Makna
yang terkandung dalam pembakaran dupa ialah menemukan jalan suci. Dalam konteks
kematian seperti ini Hio menyatakan bahwa yang bersangkutan hadir
dalam acara perkabungan. Melalui Hio ini akan terjalin komunikasi
antara hidup dan yang mati.
- Lilin
Lilin merupakan tanda duka-cita, tetapi juga
merupakan tanda bahwa para pelayat tidak membawa sial. Menurut kepercayaan
mereka tetesan air lilin ini tidak boleh kena tubuh kita, karena akan membawa
sial seumur hidup.
- Foto Almarhum
Foto Almarhum diletakkan di depan peti mati yang
kemudian setelah pemakaman dibawa pulang oleh putra sulung untuk di sembah.
Foto juga dipakai sebagai iklan di Surat Kabar, supaya sanak famili,
handai-taulan mengetahui beliau ini sudah meninggal. Sering terjadi
percekcokkan hanya karena nama seseorang famili lupa dicantumkan, oleh sebab
itu memerlukan ketelitian.
Tata Cara Pemakaman
Tata-cara Pemakaman orang Tionghoa sebenarnya
dengan mengubur, sedangkan kremasi dikenal oleh kalangan yang
beragama Hindu. Namun pada saat ini akibat memudarnya budaya (detradisionalisasi),
kremasi ternyata bukan cara yang asing lagi bagi orang Tionghoa.
Tata-caranya secara umum sebagai berikut :
- Sembahyang Tutup Peti
Selama persemayaman, jenazah tersebut sudah mulai
disembah dengan dipimpin oleh padri (Sai Kong) atau Bikhu/Bikhuni.
Sanak keluarga dikumpulkan dengan mengenakan pakaian berkabung, mereka diminta
untuk membakar dupa, berlutut dan mengelilingi peti mati berulang-ulang sebagai
tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang “Tong Huan” sebagai
alat sembahyang selama ritual itu.
Setelah ditetapkan hari dan jamnya, maka jenazah
tersebut segera dimasukkan ke dalam peti sambil diisi barang-barang kesukaan
almarhum dan kemudian dipenuhkan dengan uang kertas sembahyang. Sesudah
jenazah dimasukkkan ke dalam peti, maka diadakan sembahyang “memaku peti
jenazah” . Pada saat itu padri mengucapkan kalimat “It thiam
teng, po pi kia sai” artinya paku pertama diberkatilah anak menantu”,
dengan demikian seterusnya sampai paku ke empat. Setelah itu diadakan doa
dengan harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh orang yang meninggal
itu. Selain itu bagi mereka, cara menggeser peti mati itu juga ada
syaratnya, tidak boleh menyentuh kosen pintu rumah, sebab menurut kepercayaan
mereka roh almarhum itu akan tinggal di tempat yang tersenggol dan itu akan
mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.
- Perjalanan
ke tempat pemakaman
Pemberangkatan jenazah ke tempat pemakaman dimulai
dengan sembahyang. Kali ini semua sanak famili mempersembahkan korban berupa
daging, buah-buahan atau kue-kue, yang setelah selesai acaranya boleh dibawa
pulang untuk dimakan bersama, supaya mendapat berkat dan rezeki. Pada
saat yang sama menantu laki mengadakan ritualnya dengan mempersembahakan “Leng
Ceng”
Bagi mereka yang masih memegang ketat tradisi,
untuk menunjukkan rasa cinta anak pada orang tua, maka mereka diharuskan
telanjang kaki berjalan samapi persimpangan jalan barulah boleh masuk ke mobil
jenazah yang mengantar sampai ke kubur. Namun belakangan ini tradisi seperti
ini jarang dilakukan, sebab selain udara yang panas juga mengganggu lalu-lintas
jalan.
Selain itu juga diadakan pemecahan guci, semangka dan
sebagainya, semua ini tujuannya supaya mendapatkan berkat.
- Sembahyang
di kubur
Ritual penyembahan di kubur (kremasi)
dilakukan dengan cara membakar dupa, berlutut, mengelilingi peti jenazah yang
dipimpin kembali oleh padri. Setelah selesai sembahyang, maka dilakukan
secara teratur tabur bunga yang dimulai oleh sanak keluarga dan famili yang
diikuti oleh pelayat. Pada saat ini juga, famili, cucu luar mengambil
kesempatan membuang (Ha), dengan demikian mereka sudah boleh memakai
pakaian bebas.
Di kubur juga ada ritual lain seperti pelepasan
burung merpati, lalu ada yang meguburkan boneka di samping kuburan tersebut,
dengan tujuan supaya adayang menemani arwah itu, dan tujuan lain supaya arwah
tersebut tidak mengajak pasangannya yang masih hidup.
- Perjalan pulang ke rumah
Perjalanan pulang dari tempat pemakaman (kremasi),
dilakukan setelah semua upacaranya selesai. Pihak berkabung
membagi-bagikan Ang Pao kepada para pelayat sebagai tanda ucapan terima
klasih. Sementara itu anak sulung membawa Hio Lo sambil dupanya
tetap dinyalahkan dan anak yang lain memegang foto almarhum.
Dalam sepanjang perjalanan itu, anak-anak almarhum harus
memberi komandao, misalnya tatkala meliwati jembatan. Komando ini
diucapkanm serentak kepada roh yang mereka bawa melalui Hio Lo, supaya
roh tersebut tidak tersesat pulang ke rumah. Hio Lo inilah yang
kemudian diletakkan di rumah anak sulung supaya disembah oleh semua sanak
keluarga.
Para pelayat yang yang sudah tiba di rumah duka
atau rumah almarhum, biasanya disediakan air bunga untuk cuci wajah dan
disediakan makanan ala kadarnya.
Pada dasarnya melalui
uraian ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa kematian bagi orang
Tionghoa tradisi merupakan sesuatu yang tabu, mengerikan dan penuh
misteri. Mereka percaya ada kehidupan setelah kematian, namun sayang
semuanya penuh ketidak-berdayaan dan penderitaan, sehingga orang-orang yang
meninggal justru memerlukan pertolongan dari sanak keluarga, misalnya dalam
memenuhi kebutuhan makanan,pakaian, rumah serta uang. Herannya dalam ritual
yang lain, sanak keluarga menganggap bahwa orang yang mati itu sudah menjadi
dewa, sehingga mereka datang kepada arwah tersebut untuk mohon berkat (rejeki).
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Kehilangan
adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara individual.
Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai
belajarKehilangan mencapai
kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan perubahan visual dan
pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan perawatan di
rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. Kematian merupakan salah
satu contoh kehilangan yang nyata.
Kematian (death)
merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya
aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatannya, perawat harus mengetahui
konsep kematian berdasarkan agama pasien. Perawat memiliki peranan dalam
perawatan jenazah. Perawatan yang dilakukan terhadap jenazah berbeda sesuai
dengan agama pasien. Perawatan jenazah pada pasien beragama Kristen antara lain
memandikan jenazah dan memformalin jenazah. Perawatan jenazah pasien beragama
Islam antara lain, membujurkan jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah,
dan menyolatkan jenazah. Sedangkan perawatan jenazah pasien beragama Hindu antara
lain memandikan jenazah dan membungkus jenazah dengan kain putih.
Dalam melakukan perawatan jenazah, perawat harus mengetahui
penyebab kematian pasien, apakah karena penyakit menular atau tidak. Jika,
pasien tersebut meninggal karena
penyakit menular, maka perawat harus menggunakan alat pelindung diri saat
melakukan perawatan jenazah.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan volume 1. Edisi 4.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran
Kozier dkk. Fundamental of nursing concepts, process and practice. Edisi
7.
Karim, H. A. Abdul.
2002. Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah. Jakarta : Amzah
Stephen. Kematian:
Perspektif Dan Sikap Teologis. http://www.sabdaspace.net/kematian.
Pemuda dan
mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk
Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat Beragama Buddha di Indonesia. Diakses dari