RULE
OF NINE
PEMBERIAN
CAIRAN
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
1.
ELMAN HARIA
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN
MUTIARA
INDONESIA
MEDAN
2012
KATA PENGANTAR
Segala
puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah RULE OF NINE. Adapun dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai salah satu cara guna untuk memperdalam materi Sistem Integumen
yang merupakan salah satu mata kuliah yang di ajarkan di STIKes MI.
Penulis menyadari bahwa makalah
ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu tim penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Selaku
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Sistem Integumen.
2. Semua
pihak yang telah membantu dalam jalan memberikan semangat untuk menyelesaikan
makalah ini.
Penulis
juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Harapan
penulis semoga makalah ini mampu memberikan informasi serta wawasan kepada
pembaca.
Akhir kata semoga makalah ini
bermanfaat buat kita semua, dan atas perhatian pembaca saya ucapkan terima kasih.
Medan, 17 Desember 2012
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Luka
bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi
kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang
mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari
luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat
terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%.
Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup
50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan
luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan
penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh
dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat
meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar
serius.
Beberapa karakteristik luka bakar
yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini
meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang
melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih
dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih
kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald
burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang
sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena
bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan
listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia
menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan
ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan
fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi
pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit,
patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat
luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya
komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis
klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan
ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan
inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang
menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan,
seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan
lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan
yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang
menyertai pada luka bakar tertentu.
B.
TUJUAN
Mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit morbili dengan baik dan
tepat. Tujuannya yaitu :
1. Agar
mahasiswa mengetahui pengertian dari luka bakar
2. Agar
mahasiswa mengetahui macam-macam luka bakar berdasarkan etiologinya
3. Agar
mahasiswa mengetahui cairan infus pada luka bakar,
4. Agar
mahasiswa mampu mengerti rumus baxter
C.
MANFAAT
Manfaat yang diharapkan
dengan diperolehnya materi-materi pada makalah ini adalah :
1. Sebagai
suatu sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan menganalisa RULE OF NINE dan
Terapi Cairan pada luka bakar.
2. Sebagai
masukan bagi semua mahasiswa dalam upaya menjelaskan maupun berdiskusi dalam
perkuliahan.
3. Dapat
digunakan sebagai acuan dan referensi dalam pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis
trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Luka bakar merupakan
ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita
tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa
tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll.
Luka bakar
adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma
api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
B.Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat
tabel 3) yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak.
i.
Superficial (derajat I), dengan
ciri-ciri sbb:
ü Hanya mengenai lapisan epidermis.
ü Luka tampak pink cerah sampai merah
(eritema ringan sampai berat).
ü Kulit memucat bila ditekan.
ü Edema minimal.
ü Kulit hangat/kering.
ü Nyeri / hyperethetic
ü Nyeri berkurang dengan pendinginan.
ü Discomfort berakhir kira-kira dalam
waktu 48 jam.
ü Dapat sembuh
spontan dalam 3-7 hari.
ii.
Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
·
Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial
partial thickness dan deep partial thickness.
·
Mengenai epidermis dan dermis.
·
Luka tampak merah sampai pink
·
Terbentuk blister
·
Edema
·
Nyeri
·
Sensitif terhadap udara dingin
·
Penyembuhan luka :
§ Ø Superficial partial thickness : 14
- 21 hari
§ Ø Deep partial thickness : 21 - 28
hari
(Namun demikian penyembuhannya bervariasi
tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).
iii.
Full thickness (derajat III)
ü Mengenai semua lapisan kulit, lemak
subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh
darah.
ü Luka tampak bervariasi dari berwarna
putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
ü Tanpa ada blister.
ü Permukaan luka
kering dengan tektur kasar/keras.
ü tidak ada rasa nyeri.
ü Tidak mungkin terjadi penyembuhan
luka secara spontan.
ü Memerlukan skin graft.
iv.
Fourth degree (derajat IV)
ü Mengenai semua
lapisan kulit, otot dan tulang.
b.luas luka bakar
Wallace membagi
tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine
atua rule of wallace yaitu:
·
Kepala dan leher : 9%
·
Lengan masing-masing 9% : 18%
·
Badan depan 18%, badan belakang
18% : 36%
·
Tungkai maisng-masing 18% : 36%
·
Genetalia/perineum : 1%
·
Total : 100%
Terdapat
beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of nine,
(2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan
dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar
ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar.
Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan
pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar.
Metode
rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar.
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic,
dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat gambar
1).
Pada
metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi
bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih
akurat tentang luas luka bakar.
Selain
dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan
luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak
tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
b. Lokasi luka
bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi
luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali
berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali
menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian
seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan
implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk
bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat
terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah
torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner.
c. Kesehatan umum
Adanya
kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit ginjal,
khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal,
harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap
injuri dan penanganannya.
Angka
kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 - 4 kali lebih
tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung.
Demikian pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka
kematiannya dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu
juga klien alkoholism yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama
berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga alkoholism akan
lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.
d. Mekanisme injuri
Mekanisme
injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya
luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi
memerlukan perhatian khusus.
Pada
luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti
akan tetapi kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas,
khususnya bila injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage,
tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah
sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi
morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct
current (DC). Ini seringkali berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest
(henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur
kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
Pada
luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat
terjadi.
e. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka
kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang
dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di
atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang
tua yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan
fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya
kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya.
Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena
kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit
lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan
terjadinya luka bakar.
i. Kategori berat
luka bakar menurut ABA
Perkumpulan Luka Bakar America (American
Burn Asociation/ABA) mempublikasikan petunjuk tentang klasifikasi beratnya
luka bakar. Perkumpulan itu mengklasifikasikan beratnya luka bakar ke dalam 3
kategori, dengan petunjuknya seperti tampak dalam tabel berikut :
Luka Bakar Berat
o 25 % pada orang dewasa
o 25 % pada anak dengan usia kurang
dari 10 tahun
o 20 % pada orang dewasa dengan usia
lebih dari 40 tahun
o Luka mengenai wajah, mata, telinga,
lengan, kaki, dan perineum yang
o mengakibatkan gangguan fungsional
atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.
o LB karena listrik voltage tinggi
o Semua LB dengan yang disertai injuri
inhalasi atau truma yang berat.
Luka Bakar Sedang
o 15-25 % mengenai orang dewasa
o 10-20 % pada
anak usia kurang dari 10 tahun
o 10-20 % pada orang dewasa usia lebih
dari 40 tahun
Luka Bakar Ringan
o <>< 10 th
o <>> 40 th
o Tidak ada resiko gangguan kosmetik
atau fungsional atau disabiliti.
I.
Macam cairan infus
1.
Cairan hipotonik
Adalah cairan infuse
yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke
osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan
pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan
kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada
beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse
yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat
pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan
cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik
Adalah cairan infus yang
osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl
45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah
(darah), dan albumin.
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan
kelompoknya :
1.
Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif
dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah
dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2.
Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein)
cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada
dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari
luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Cairan yang digunakan dalam terapi Cairan yang
sering digunakan ialah cairan elektrolit (kristaloid) cairan non-elektrolit,
dan cairan koloid. Cairan elektrolit (kristaloid) :
Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus.
Cairan pemeliharaan (rumatan) :
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air
tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini
berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa : 1,5 – 2 ml/kg/jam
Anak-anak : 2 – 4 ml/kg/jam
Bayi : 4 – 6 ml/kg/jam
Orok (neonatus) : 3 ml/kg/jam
Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini
sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah
hipotonik, dengan perhatian khusus untuk natrium. Cairan kristaloid untuk
pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45% (D5NaCl 0,45). Sediaan
Cairan Pemeliharaan (rumatan) Cairan pengganti : Tujuannya adalah untuk
mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses
patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites drainase lambung
dsb). Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan isotonis,
dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5 % dalam
ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9 %, D5 NaCl. Sediaan Cairan Pengganti Cairan
untuk tujuan khusus (koreksi): Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang
digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 %, NaCl 3 %, dll. Sediaan
Cairan Koreksi Cairan non elektrolit : Contoh dekstrose 5 %, 10 %, digunakan
untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori, dapat juga digunakan sebagai cairan
pemeliharaan. Cairan koloid : Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena
memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler. Contoh
cairan ini antara lain : Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah. Cairan
koloid ini digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler.
II.
Infuse darah
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16.
Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan
koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga
syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas
ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya
infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus
ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
III.
RUMUS BAXTER DAN RUMUS LAINNYA
Formula Baxter/Parkland
Parkland berpendapat, bahwa syok
yang terjadi pada kasus luka bakar adalah jenis hipovolemia, yang hanya
membutuhkan penggantian cairan (yaitu kristaloid). Penurunan efektifitas
hemoglobin yang terjadi disebabkan perlekatan eritrosit, trombosit, lekosit dan
komponen sel lainnya pada dinding pembuluh darah (endotel). Sementara dijumpai
gangguan permeabilitas kapilar dan terjadi kebocoran plasma, pemberian koloid
ini sudah barang tentu tidak akan efektif bahkan menyebabkan penarikan cairan
ke jaringan interstisiel; menyebabkan akumulasi cairan yang akan sangat sulit
ditarik kembali ke rongga intravaskular. Hal tersebut akan menambah beban
jaringan dan ‘menyuburkan’ reaksi inflamasi di jaringan; serta menambah beban
organ seperti jantung, paru dan ginjal.
Berdasarkan alasan tersebut, maka
Parkland hanya memberi¬kan larutan Ringer’s Lactate (RL) yang diperkaya dengan
elektrolit. Sedangkan koloid/plasma, bila diperlukan, diberikan setelah
sirkulasi mengalami pemulihan (>24-36jam).Menurut Baxter dan Parkland, pada
kondisi syok hipovolemia yang dibutuhkan adalah mengganti cairan; dalam hal ini
cairan vang diperlukan adalah larutan fisiologik (mengandung elektrolit). Oleh
karenanya mereka hanya mengandalkan larutan (RL) untuk resusitasi. Dan ternyata
pemberian cairan RL ini sudah men¬cukupi, bahkan mengurangi kebutuhan akan
transfusi.
Hari pertama, separuh jumlah kebutuhan cairan diberikan dalam delapan jam pertama, sisanya diberikan dalam enam belas jam kemudian. Jumlah cairan yang diperlukan pada hari pertama adalah sesuai dengan perhitungan Baxter (4 ml/kgBB), sehingga kebutuhan cairan resusitasi menurut Parkland adalah: 4ml / kgBB / %LB Ringer’s lactate dengan pemantauan jumlah diuresis antara 0,5-l ml/kgBB/jam. Pada hari kedua, jumlah cairan diberikan secara merata dalam dua puluh empat jam.
Hari pertama, separuh jumlah kebutuhan cairan diberikan dalam delapan jam pertama, sisanya diberikan dalam enam belas jam kemudian. Jumlah cairan yang diperlukan pada hari pertama adalah sesuai dengan perhitungan Baxter (4 ml/kgBB), sehingga kebutuhan cairan resusitasi menurut Parkland adalah: 4ml / kgBB / %LB Ringer’s lactate dengan pemantauan jumlah diuresis antara 0,5-l ml/kgBB/jam. Pada hari kedua, jumlah cairan diberikan secara merata dalam dua puluh empat jam.
10.200 ml
5.100 ml
5.100 ml
0 8 16 24
Resusitasi metode Baxter / Parkland.
Separuh jumlah cairan yang diperlukan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
dibagi dalam 16 jam berikutnya.
Beberapa bentuk formula resusitasi
lain yang ditemukan sebagaimana telihat pada table
Formula Cairan 24 jam pertama
Kristaloid Pada 24 jam kedua Koloid Pada 24 jam kedua
Parkland RL 4 ml / kg / %LB 20-60%
estimate plasma volume Pemantauan output urine 30 ml/jam
Evans (Yowler, 2000) Larutan saline
1 ml / kg / %LB, 2000 ml D5W*, dan koloid 1 ml/ kg / %LB 50% volume cairan 24
jam pertama + 2000 ml D5W 50% volume cairan 24 jam pertama
Slater (Yowler, 2000) RL 2 L/24 jam
+ fresh frozen plasma 75 ml/kg/24 jam
Brooke (Yowler, 2000) RL 1.5 ml / kg
/ %LB, koloid 0.5 ml / kg/ %LB, dan 2000 ml D5W 50% volume cairan 24 jam
pertama + 2000 ml D5W 50% volume cairan 24 jam pertama
Modified Brooke RL 2 ml / kg / %LB
MetroHealth
(Cleveland) RL + 50 mEq sodium bicarbonate per liter, 4 ml / kg / %LB ½ lar. Saline, pantau output urine 1 U fresh frozen plasma untuk tiap liter dari ½ lar. saline yg digunakan + D5W dibutuhkan untuk hipoglikemia.
(Cleveland) RL + 50 mEq sodium bicarbonate per liter, 4 ml / kg / %LB ½ lar. Saline, pantau output urine 1 U fresh frozen plasma untuk tiap liter dari ½ lar. saline yg digunakan + D5W dibutuhkan untuk hipoglikemia.
Monafo hypertonic
Demling 250 mEq/L saline pantau
output urine 30 ml/jam, dextran 40 dalam lar. saline 2 ml/kg/jam untuk 8 jam,
RL pantau output urine 30 ml/jam, dan fresh frozen plasma 0.5 ml/jam untuk 18
jam dimulai 8 jam setelah terbakar. 1/3 lar. Saline, pantau output urine
*D5W adalah dextrose 5% dalam air
*D5W adalah dextrose 5% dalam air
RUMUSNYA :
1. Total cairan = 4cc x berat badan x
luas luka bakar/24 Jam ( dewasa )
2. Total cairan = 2ccxberta badan x
luas luka bakar/24jam ( anak anak )
3. Berikan 50% dari total cairan dalam
8 jam pertama, dan sisanya dalam 16 jam berikutnya
Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan
faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1
cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
Resusitasi cairan pada syok
Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
pada kondisi syok resusitasi cairan tidak berpedoman pada regimen resusitasi
cairan berdasarkan formula yang ada.
Syok merupakan suatu kondisi klinik dimana
terjadi gangguan sirkulasi, yang menyebabkan gangguan perfusi dan oksigenasi
sel/jaringan. Jumlah cairan yang hilang pada kondisi syok diperkirakan lebih
dari 25% volume cairan tubuh; bila seorang dengan berat badan 70 kg jumlah
cairan tubuhnya adalah 4.900 ml (70% dari berat badan, dibulatkan menjadi 5.000
ml) mengalami kehilangan 25% volume tersebut (kurang lebih 1.250ml), maka
timbul manifestasi syok.Gangguan perfusi ini menyebabkan sel atau jaringan mengalami
hipoksia dan mungkin berakhir dengan nekrosis; bila hipoksia ini dibiarkan
melebihi batas waktu maksimal ketahanan sel/jaringan (warm-ischaemic time).
Waktu ini memang berbeda untuk setiap sel/jaringan. Diketahui bahwa sel-sel
glia hanya dapat bertahan dalam kondisi hipoksik selama 4 (empat) menit;
selanjutnya akan terjadi degenerasi selular yang berakhir dengan nekrosis sel.
Ginjal dapat bertahan selama 8 (delapan) jam dalam kondisi hipoksik melebihi
waktu tersebut akan terjadi degenerasi selular yang berakibat ATN dan berlanjut
menjadi ARF. Masing-masing jaringan tubuh memiliki spesifikasi tertentu dalam
hal ischaemic time ini
Dengan demikian penatalaksanaan syok yang berorientasi pada
paradigma ini memerlukan tindakan resusitasi dalam waktu singkat, memperkecil
kemungkinan kerusakan jaringan sehubungan dengan iscahemic time yang dijelaskan
di atas.
Sampai saat ini diyakini jenis cairan yang dapat digunakan
untuk melakukan resusitasi dengan baik adalah kristaloid (RL). Pemberiannya
dilakukan dalam waktu cepat, menggunakan beberapa jalur intravena, bila perlu
melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya).
10.200 ml
3.750 ml
2.350 ml
5.100 ml
0 2 8 16 24
Resusitasi pada syok menggunakan
cairan kristaloid. Tiga kali defisit cairan yang menyebabkan syok diberikan
dalam 2 jam pertama. Sisa jumlah cairan yang diperhitungkan menurut metode
Baxter/ Parkland diberikan berdasarkan kebutuhan sampai dengan 24 jam.
Jumlah cairan yang diberikan Baxter
memberikan pedomannya untuk menggunakan RL, tanpa risiko kelebihan cairan
(overload) atau terjadinya imbalans elektrolit ; 4 ml/kg berat badan. Namun
ternyata dengan dosis ini, pada anak-anak dan orang tua kelebihan cairan tetap
terjadi, sehingga Artz menganjurkan pemberian sejumlah 2 ml/kg berat badan
untuk anak-anak dan 3 ml/kg berat badan untuk orang tua. Kebutuhan cairan
meningkat dengan adanya cedera inhalasi, karena proses inflamasi eksudatif pada
mukosa saluran nafas dan parenkim paru yang menyebabkan kehilangan cairan
semakin bertambah . Untuk mengatasi syok, jumlah cairan yang diberikan adalah
tiga kali jumlah cairan yang diperkirakan hilang. Maka, pada seorang dengan
berat badan 70 kg (volume cairan tubuh 4.900m1, dibulatkan menjadi 5.000 m1)
dengan syok (defisit 1.250 ml), jumlah cairan yang dibutuhkan untuk resusitasi
adalah 3.750 m1 ; diberikan dalam waktu kurang dari 8 (delapan) jam (terbaik
dalam 1-2 jam). Selanjutnya, setelah syok teratasi, maka pemberian cairan
mengacu kepada regimen resusitasi cairan berdasarkan formula yang ada. 1
Secara umum, patokan klinik yang
dipakai untuk melakukan pemantauan antara lain: Perbaikan kesadaran (perfusi ke
serebral), frekuensi pernafasan dan diuresis (produksi urin per jam), kadar
hemoglobin dan hematokrit, Central Venous Pressure (CVP), dan Pulmonary Artery
Wedge Pressure (PWAP) yang merupakan parameter yang paling akurat dalam
menggambar¬kan informasi volume cairan intravaskular; berhubungan langsung
dengan tekanan pada arteri pulmonal. Nilai normal <18 mmHg. 1,7
Pemantauan diuresis pada resusitasi
Jumlah urin Keterangan
Syok 0.5 - 1 ml/kgBB/jam Perfusi inadekuat
Hari pertama-kedua 1 - 2 ml/kgBB/jam Sirkulasi stabil
Hari ketiga-keempat 3 - 4 ml/kgBB/jam Fase dieresis
Plasma 1
Sebagian klinikus berpendapat bahwa
mendekati 24jam pasca trauma tubuh telah dapat menanggulangi kebocoran, oleh
karena¬nya cairan apapun yang diberikan akan tetap berada di rongga
intravaskular. Dalam waktu 24-36 jam pasca trauma, plasma expander dapat diberikan.
Namun, sebelum 24 jam, pemberian koloid di¬anggap tidak efektif karena masih
dijumpai kebocoran kapilar.
Pemberian plasma ini bertujuan
mengatasi defisit cairan intravaskular dengan menarik cairan dari ruang
intersisiel (edema). Pemberiannya didasari kebutuhan seperti dapat dilihat pada
tabel
% LukaBakar Kebutuhan Plasma (ml)
% LukaBakar Kebutuhan Plasma (ml)
Pada BB 70 Kg
20 – 40 0 – 500
40 – 60 500 – 1700
60 – 80 1000 – 3000
> 80 1500 – 3500
Pemberian mannitol menjadi
alternatif dari larutan hipertonik, bila dijumpai kadar natrium dalam darah
berada pada batas nilai normal. Lebih lanjut disebutkan, bahwa pemberian
mannitol 20% memperbaiki perfusi ke tubulus ginjal. Berdasarkan fakta ini,
pemberiannya dimungkin¬kan untuk dapat diberikan dalam 24 jam pertama.
Glukosa 5% 2.000 ml Lini Pertama
Plasma 500 ml Glukosa 5% 1.500 ml
Larutan Salin hipertonik 3% atau 6% 500-2.000 ml Lini Kedua
Glukosa 5% 1.500 ml
Tabel Pemberian cairan pada hari
kedua memperhitungkan kebutuhan energi, meskipun hanya mengandalkan glukosa 5%.
Pada beberapa keadaan diperlukan jenis cairan khusus, seperti plasma, larutan
hipertonik atau mannitol 20%. Pemberiannya dikombinasi dengan glukosa; dengan
memperhitungkan kebutuhannya.
IV.
Pemantauan yang perlu dilakukan
Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi
sentral, Central Venous Pressure diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O
dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu sirkulasi renal, jumlah produksi urin
dipantau melalui kateter : Saat resusitasi : 0.5-1ml/kgBB/jam,
kemudian hari 1-2 : 1-2 ml/kgBB/jam. Bila produksi urin<0.5ml/kg/jam,
maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50% dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya. Bila produksi urin >1ml/kg/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang
diberikan pada jam sebelumnya.
Lakukan juga pemeriksaan laboratorium, Fungsi renal: Ureum danKreatinin,
Berat jenis dan sedimen uri
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cair.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Prinsip penanganan luka
bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi
rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di
dalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut. Derajat luka bakar
ditentukan oleh kedalaman jaringan tubuh yang rusak oleh trauma panas dan
tergantung oleh :
1. Intensitas
dan lamanya panas mengenai tubuh
2. Rambatan
panas pada jaringan tubuh (dipengaruhi oleh sifat lokal jaringan)
Prognosis
dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan
luka bakar dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Jaringan yang tidak
mampu merambatkan panas akan menderita kerusakan hebat (nekrosis), sebaliknya
jaringan yang dapat meneruskan panas ke jaringan sekitar yang mengandung air
akan cepat menurunkan suhu sehingga kerusakan bisa lebih ringan.
B. SARAN
Perawatan LB merupakan hal yang komplek dan
menantang. Trauma fisik dan psikologis yang dialami setelah injuri dapat
menimbulkan penderitaan baik bagi penderita sendiri maupn keluarga dan orang
lain yang dianggap penting. Anggota yang menjadi kunci dari tim perawatan luka
bakar adalah perawat yang bertanggung jawab untuk membuat perencanaan perawatan
yang bersifat individual yang merefleksikan kondisi klien secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
ATLS.
American College of Surgeons Committee On Trauma. 1997. First Impression.
United States of America.
Basic
Science of Plastic and Reconstructive Surgery. Pertemuan ilmiah berkala trigonum
plus XV. Oktober 2003.
Baxter
CR. Management of Burn Wound. Dermatol Clin 1993;11:709-14.